INSPIRASI – ( parokiwaning.com ) – Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Kita telah memasuki Hari Minggu Biasa XXIX. Bacaan Injil hari ini mengisahkan suatu perumpamaan tentang seorang janda yang tak henti-hentinya memohon keadilan kepada seorang hakim lalim yang tidak takut akan Allah. Ketekunan yang diperlihatkan oleh sang janda akhirnya meluluhkan hati sang hakim lalim itu. Melalui kisah ini, Yesus menegaskan pentingnya ketekunan dalam doa dan keyakinan bahwa Allah – Sang Hakim yang sejati – tidak akan menolak seruan umat-Nya yang setia.
Yesus menutup perumpamaan ini dengan sebuah pertanyaan reflektif: “Jika Anak Manusia datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?” (Luk 18:8). Pertanyaan ini bukan sekadar untuk direnungkan secara pribadi, tetapi juga secara sosial dan nasional. Apakah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kita masih memelihara iman yang diwujudkan dalam ketekunan, kejujuran, dan cinta akan keadilan?
Bangsa yang beriman adalah bangsa yang tidak mudah menyerah pada kejahatan dan ketidakadilan. Iman tidak boleh hanya berhenti di dalam ruang ibadah, tetapi harus melahirkan tindakan nyata di ruang publik: membela yang lemah, memperjuangkan keadilan sosial, dan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Seperti janda dalam perumpamaan Injil hari ini, umat beriman dipanggil untuk tidak diam terhadap ketimpangan, tetapi dengan gigih memperjuangkan kebenaran.
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Beberapa waktu yang lalu, Paus Leo XIV mengeluarkan Seruan Apostolik pertamanya yang berjudul Dilexi Te. Seruan Apostolik ini ingin mengingatkan kepada kita semua bahwa kasih Kristus tidak berhenti pada pengorbanan di salib, melainkan terus hidup dalam tindakan kasih umat-Nya terhadap sesama. Paus menegaskan bahwa siapa yang mencintai Kristus harus juga mencintai manusia, terutama mereka yang miskin, tertindas, dan dilupakan oleh dunia. Kasih kepada Allah tidak dapat dipisahkan dari komitmen untuk memperjuangkan keadilan dan perdamaian.
Dalam terang seruan itu, umat Katolik di Indonesia dipanggil untuk menjadi saksi kasih Allah di tengah bangsa. Ketekunan dalam doa harus berbuah dalam ketekunan membangun kehidupan bersama yang adil, damai, dan bermartabat. Kita berdoa bukan hanya agar bangsa ini dijauhkan dari kejahatan, tetapi juga agar kita sendiri menjadi pelaku kebajikan dan kebenaran di dalamnya.
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Semoga melalui perumpamaan janda yang tekun dan inspirasi dari Dilexi Te, kita dikuatkan untuk berdoa tanpa jemu dan bekerja tanpa lelah demi terwujudnya Indonesia yang semakin beriman, beradab, dan berkeadilan. Sebab iman sejati tidak hanya tampak dalam kata dan doa, tetapi juga dalam keberanian untuk memperjuangkan kasih di tengah dunia yang sering kali kehilangan harapan.
Deo Gratias.
Matius Panti (Pembimbing Masyarakat Katolik Kanwil Kemenag Prov. Sulawesi Tengah)
Editor: Admin Paroki

