Bulan Rosario Umat Katolik: Paus Leo XIV Serukan Doa untuk Perdamaian

Share :

Umat Katolik di seluruh dunia diajak untuk mendoakan butir-butir Rosario secara lebih intens. Doa sederhana yang lahir dari tradisi panjang Gereja ini mengajak umat merenungkan misteri hidup Kristus melalui bimbingan Maria. Paus Leo XIII (1878-1903) di abad ke-19 bahkan menyebut Rosario sebagai “doa yang paling istimewa” dan menetapkan Oktober sebagai Bulan Rosario.

Tahun ini, Bulan Rosario memperoleh makna khusus. Dalam Audiensi Umum pada 24 September 2025, Paus Leo XIV menyerukan agar umat Katolik mendoakan Rosario setiap hari sepanjang Oktober, dengan intensi khusus memohon perdamaian dunia.

Paus menekankan agar doa ini dilakukan “secara pribadi, dalam keluarga, dan dalam komunitas,” serta mengundang umat di Roma untuk mendoakan Rosario bersama pada 11 Oktober dalam rangka Yubileum Spiritualitas Marian.

Seruan Bapa Suci hadir di tengah dunia yang penuh luka dan ketidakpastian. Kita melihat perang berkepanjangan di beberapa kawasan, konflik identitas, serta meningkatnya ketegangan sosial dan politik. Paus mengingatkan bahwa dunia sedang ditandai “reruntuhan yang diciptakan oleh kebencian pembunuh.”

Dalam situasi ini, Rosario menjadi lebih dari sekadar doa repetitif: ia adalah tindakan iman, perlawanan rohani terhadap logika kebencian, sekaligus kesaksian bahwa kasih Kristus masih menjadi harapan umat manusia.

Rosario: Doa Perdamaian

Rosario adalah doa Kristologis yang berakar pada Kitab Suci (Luk 1:28; Luk 1:42). Salam Maria berasal dari Injil Lukas, dan setiap peristiwa yang direnungkan membawa umat masuk ke dalam misteri Kristus—dari kelahiran, karya, wafat hingga kebangkitan-Nya. Ketika doa ini dipanjatkan untuk perdamaian, umat Katolik sesungguhnya sedang menghubungkan penderitaan dunia dengan jalan salib Yesus, sekaligus berharap pada kebangkitan-Nya yang memberi kehidupan baru.

Selain itu, Rosario juga melatih batin: irama doa yang berulang mengundang ketenangan, membentuk kesabaran, dan membuka hati untuk mengampuni. Karena itu, doa Rosario dapat melahirkan spiritualitas perdamaian—sikap hati yang sabar, rendah hati, dan berani menolak kebencian.

Relevansi bagi Indonesia​​​​​​​

Bagi umat Katolik Indonesia, seruan Paus Leo XIV menemukan konteks yang amat nyata. Kita hidup di negeri yang kaya akan keragaman agama, budaya, dan etnis. Keragaman ini adalah berkat, tetapi sekaligus dapat menjadi sumber konflik bila tidak dihayati dengan benar. DI beberapa lokasi, kita masih menyaksikan gesekan sosial, ujaran kebencian di media sosial, hingga tindak intoleransi yang melukai persaudaraan.

Dalam situasi ini, doa Rosario dapat menjadi sarana rohani untuk memperkuat komitmen pada kerukunan. Rosario yang didaraskan di rumah-rumah keluarga Katolik sesungguhnya adalah benih damai yang bisa memancar keluar. Umat yang tekun berdoa Rosario dipanggil untuk hadir di tengah masyarakat sebagai pribadi yang menyejukkan, sabar dalam menghadapi tantangan dan perbedaan, serta aktif membangun dialog dan solidaritas lintas iman.

Rosario, dengan demikian, tidak berhenti di dalam tembok gereja atau dalam rumah, melainkan menemukan buahnya dalam kehidupan bersama. Setiap doa “Salam Maria” yang diucapkan seharusnya menumbuhkan kerinduan untuk menyapa sesama dengan hormat. Setiap misteri yang direnungkan seharusnya mendorong umat untuk ikut merawat kehidupan bersama di tanah air. Inilah bentuk nyata spiritualitas perdamaian: doa yang diwujudkan dalam sikap hidup sehari-hari.

Spiritualitas Kerukunan​​​​​​​

Kerukunan bangsa tidak hanya ditopang oleh kebijakan negara atau peraturan hukum, tetapi juga oleh spiritualitas yang dihayati masyarakat. Spiritualitas kerukunan berarti kesediaan untuk melihat sesama sebagai saudara, bukan ancaman.

Dalam konteks Indonesia, ini berarti keberanian untuk membangun jembatan antaragama, mengedepankan musyawarah daripada konflik, serta memperjuangkan keadilan bagi semua warga tanpa diskriminasi.

Rosario, meskipun khas Katolik, dapat menjadi salah satu jalan untuk membentuk spiritualitas kerukunan ini. Umat yang setia mendoakan Rosario akan belajar meneladani Maria yang rendah hati, penuh kasih, dan terbuka pada kehendak Allah. Sikap ini kemudian diterjemahkan dalam hidup sosial: menghormati keyakinan orang lain, memperkuat solidaritas dengan mereka yang lemah, dan menolak segala bentuk kekerasan.

Seruan Profetis​​​​​​​

Ajakan Paus Leo XIV agar umat mendoakan Rosario untuk perdamaian dunia adalah seruan profetis yang melampaui sekat gereja. Dunia haus akan damai, dan Indonesia pun menghadapi tantangan kerukunan yang nyata.

Dengan doa Rosario, umat Katolik tidak hanya memperdalam imannya, tetapi juga mengambil bagian dalam misi besar: menghadirkan kasih Kristus di tengah masyarakat majemuk.

Bulan Rosario tahun ini menjadi momentum berharga. Di ruang-ruang keluarga Katolik, di komunitas basis, di paroki-paroki di seluruh Indonesia, doa Rosario yang dipanjatkan akan bersatu dengan doa Paus dan Gereja universal.

Semoga doa ini bukan hanya menjadi rutinitas, tetapi sungguh melahirkan hati yang lebih damai, yang kemudian diwujudkan dalam tindakan nyata: membangun kerukunan, merawat persaudaraan, dan memperjuangkan perdamaian bagi bangsa.

Akhirnya, doa Rosario di bulan Oktober ini adalah ajakan untuk menyalakan kembali semangat: bahwa kasih lebih kuat daripada kebencian, pengampunan lebih berdaya daripada balas dendam, dan kerukunan lebih indah daripada perpecahan.

Inilah warisan rohani yang hendak ditumbuhkan oleh Paus Leo XIV: sebuah spiritualitas perdamaian yang dimulai dari butir-butir doa sederhana, tetapi mampu mengubah wajah dunia.


Share :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *