Sejarah Paroki & Stasi - Paroki ST. Kristoforus Waning
Share :

POTRET PAROKI WANING

A. CATATAN SEJARAH

       Berdasarkan data Buku Petunjuk Gereja Katolik Indonesia 1986, Paroki St. Kristoforus Waning, didirikan tahun 1951. Dengan nama Pelindung St. Kristoforus Waning merupakan pemekaran dari Paroki St. Fransiskus Asisi Tentang, dengan jumlah Stasi 10,Yakni : Waning, Tehong, Rewas, Golo Lada, Watu Tere, Pateng, Momol, Raka, Kasong dan Coal. Jadi, bentangan Wilayahnya luas dengan topografi yang sulit. Karena itu, pada tahun 1998 ketika Paroki Golo Welu terbentuk, maka sebagai Stasi diover dana masuk ke dalam wilayah administrasi Paroki Golo Welu, Seperti Raka, Kasong, Coal.

Saat ini Paroki Waning, hanya memiliki 8 stasi, yaitu: Waning, Deru, Watu Tere, Rewas, Golo Lada, Tehong, Pateng, Momol.

Sejak tahun 1951 Paroki Waning, dilayani oleh imam-imam dari Serikat Sabda Allah, Ordo Fratrum Minorum, dan Imam Diosesan. Imam yang pernah berkarya di Waning, adalah: Pater Frans Galis,SV; Pater Fucks,OFM;  Pater Mikhael Angkur, OFM; Pater Kornelis Kerans, OFM ; Pater Florianus Laot, OFM;  Pater Vinsen Darmin Mbula OFM.

Pada tahun 1998 Paroki Waning dilayani oleh imam-imam diosesan, yakni, Rm.Agus Agung,Pr (1998-2005). Kemudian Rm.Kosmas Hariman 2002-2005 sebagai kapelan dan 2005-2011 menjadi pastor paroki. Dari Agustus 2010-Juli 2011 Rm.Tarsi Syukur menjadi pastor pembantu di Waning.

Dari 24 juli 2011-18 November 2018, Rm. Maxi Larung,Pr menjadi Pastor Paroki di Waning.

B. KEADAAN GEOGRAFIS

Paroki waning berada di Hamente Ndoso, Kecamatan Ndoso, Kab. Manggarai Barat, dengan batas-batas sebagai berikut:

Barat: Paroki Wajur, dan Pacar

Timur:Paroki Tentang

Selatan:Paroki Golo Welu

Utara:Paroki Rego dan Wae Kajong

      Bentangan wilayah Paroki Waning tidak rata; terbentang dari ketinggian 500-1200 di atas permukaan laut. Bentangan seperti ini disertai akses jalan dan jembatan yang tidak memadai, sehingga pelayanan ke Stasi lebih banyak dijangkau dengan berjalan kakai 2-3 jam.

3. KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA

Sebagian besar umat/masyarakat yang ada di Paroki Waning adalah orangan Manggarai asli yang berasal dari Hamente Ndoso. Tidak ada perbedaan dalam kehidupan sosial antarumat/masyarakat.

Umat/masyarakat hidup rukun. Namun harus juga diakui bahwa peran lembaga adat dan pimpinan adat, seperti Tu,a Golo dan Tu,a Beo hampir hilang pengaruhnya.Hal ini tentu menimbulkan masalah tersendiri dalam hal relasi antarmanusia.

4. KEHIDUPAN SOIOEKONOMI

         Umat/masyarakat Paroki Waning pada umumnya adalah petani sederhana yang taraf hidupnya masih rendah. Mereka menggantungkan hidupnya hanya pada tanah. Mereka bercocok tanam dengan penghasilan utama, seperti kopi, kakao, kemiri, Vanili, cengkeh dan tanaman perdagangan lainnya. Selain itu sebagian dari mereka mengandalkan home industri, dengan memanfaatkan pohon aren untuk menghasilkan Tuak/Sopi. Keadaan ekonomi umat yang sederhana ini, mempengaruhi kehidupan menggereja tertutama dalam hal memenuhi kewajiban iuran Gereja Mandiri yang setiap tahunya tidak mencapai 100% dari target yang ditetapkan. Kesulitan ekonomi seperti ini menyebabkan mereka sering mengambil jalan pintas dengan melakukan ijon kepada Tengkulak. Kesulitan ekonomi ini juga yang mendorong anak muda dan orang tua untuk merantau ke kalimantan dan malaysia,Papua dan Sulawesi.

Namun harus diakui bahwa hingga saat ini sejak tahun 2013 sudah ada 2 lembaga koperasi kredit yang telah eksis di Paroki Waning, Yaitu Koperasi Spirit Soverdia, dan Florianus Laot Mezaros yang kiranya memerdekakan umat dari cengkraman para tengkulak, sekaligus menjadi lembaga yang membantu permodalan.

5. BEBERAPA TANTANGAN DALAM KARYA PASTORAL:

  1. Medan pelayanan yang cukup berat dan sulit untuk dijangkau dalam waktu singkat. Namun demikian terlihat bahwa hingga sekarang jalan dan jembatan mulai dikerjakan pemerintah.
  2. Partisipasi umat dalam kehidupan menggereja masih rendah. Kehadiran dalam ibadat sabda tanpa iman, katekese,masih rendah.
  3. Dualisme kepercayaan, masih ada umat yang percaya kepada dukun dan kekuatan gaib. Kematian dua balita di rewas dan seorang ibu yang melahirkan menjadi indikator tentang dualisme ini.
  4. Tingkat SDM yang masih rendah.
  5. Kesadaran berkoprasi masih rendah. Perlu sosialisasi dan ajakan terus menerus.
  6. Bahaya laten pertambangan mineral.

Share :